PostedOctober 15th, 2009 by saiful bahri. Cerpen. Akulah Saksi Bisu! Di segala terang, di segala gelap, di segala gerak, di segala diam, di segala zuhud, di segala buruk dan caci-maki, hadir adaku hanyalah saksi bisu. Maka, kusaksikanlah berlaksa-laksa
Kata orang mantan terindah itu tidak ada. Karena jika dia memang yang terindah maka tak akan jadi mantan. Huh! Awalnya aku memang mempercayai kata-kata itu, tapi sepertinya itu tak berlaku sekarang. Kini yang aku percaya itu bahwa Rafa adalah mantan terindah. Jadi kronologinya begini. Setelah aku selesai makan malam, aku memutuskan untuk membuka akun Instagram milikku sebentar. Niatnya tadi aku hanya ingin melihat-lihat akun artis Thailand kesukaanku, tapi semuanya itu buyar akibat satu postingan mantan. Mantanku itu memposting foto pemandangan malam hari di sebuah kedai kopi terkenal. Jelas aku masih ingat sampai sekarang bahwa itu adalah tempat kami pertama kali bertemu dulu. Yang membuat postingan itu berbeda adalah caption yang dituliskannya pada foto itu. "I miss you so bad." Dengan memberanikan diri aku mencantumkan komentarku pada postingannya. Hanya emoticon senyum memang, tapi beberapa detik kemudian langsung muncul pemberitahuan bahwa dia menyukai komentarku. Tak berhenti sampai di situ, dia juga mengirimkan direct message padaku. Seketika itu aku menjerit dan aku diomeli ibu. Singkat cerita kami pun melanjutkan acara chattingan itu menjadi acara telponan. Bertukar kabar, menanyakan bagaimana kegiatan sehari-hari, perihal pekerjaan dan hal-hal random lainnya sampai kepada perasaan. Aku sebenarnya merasa risih akan pembahasan itu, tapi rasa penasaran ku lebih besar. "Jujur, sebenarnya aku masih belum rela kita berakhir." Hening. Aku tak membalas ucapannya. Rasanya lidahku kelu. "Maaf membuatmu risih. Tapi aku memang jujur, Na." Dia melanjutkan ucapannya. Aku mengangguk meskipun aku tahu dia tak melihatnya. "Iya." Hanya kata itu yang terucap dari bibirku. Hening-lagi. Aku melirik jam bergambar bendera Thailand di nakas. "Sudah malam banget, aku sepertinya sudah mengantuk." "Oh oke," ucapnya dari seberang sana. Tapi ucapan Rafa selanjutnya membuatku tak bisa berkata-kata. "Besok aku jemput ya, aku antar sampai kantor. Jangan lupa berdoa, selamat tidur." Telepon terputus. Rasanya aku seperti menang lotre, aku uring-uringan. Guling menjadi wujud kebahagiaan ku. Saking gemas dan bahagianya aku tak berhenti menjerit nggak jelas. Akhirnya ibu masuk ke kamar dan mengomeli ku. Ya Tuhan, aku bahagia sekali. Akankah aku mimpi indah malam ini? Ah, semoga saja. "Good night mantan terindah." *** With love, Vicachuuu
KenanganTerindah Cerpen Karangan: Croccifixia Juliette Zefanya Kategori: Cerpen Remaja Lolos moderasi pada: 13 February 2017. Aku dapat merasakan mata semua orang ke arahku. Aku
Cerpen Karangan Fanny Amelia AnandaKategori Cerpen Anak, Cerpen Perpisahan, Cerpen Persahabatan Lolos moderasi pada 16 August 2014 Hari-hari ku begitu bermakna saat aku melewatinya bersama sahabat-sahabat yang ku sayangi. setiap hari aku selalu menghabiskan waktu bersama mereka. Besok adalah hari pertama liburan semester, kira-kira liburan ini aku mau kemana ya bersama teman-teman ku? mungkin kita kumpul-kumpul bareng dan bersenang-senang bareng deh. Keesokan harinya aku dan sahabat ku yang bernama zahra bercerita di tempat kami biasa berkumpul bersama. di sana ia bercerita kalau seminggu lagi ia bakalan pindah ke manado. “fann kayaknya minggu-minggu ini aku mau pindah deh” “kemana?” tanyaku penasaran “ke manado” “ngapain? kok cepet banget sih” “gak tau” Aku terdiam dan tiba-tiba dan memikirkan sesuatu. “kenapa kamu pindah secepat ini zar? aku baru ngerasain sahabatan sama kamu cuma sebentar, walau ada sahabat ku yang lain tapi yang bisa memahami aku cuma kamu.” Tiba-tiba zahra mengagetkan ku “hayo… kamu lagi ngelamunin apa?” “apaan sih zar” “oh iya dari kemarin aku mau bilang sama kamu besok aku mau pulang kampung” “ngapain?” “gak tau deh orangtua aku yang tau” “sampe kapan?” “kira-kira 5 hari, setelah pulang besoknya aku siap-siap berangkat ke manado. trus besoknya lagi langsung berangkat” Aku hanya bisa sedih saja. rasanya aku gak rela buat melepas kepergiannya. rasanya air mata ini ingin menetes begitu saja. tapi aku tahan karena aku gak mau bersedih di depan sahabat ku. “aku di sana cuma 5 tahun. abis itu aku ke sini lagi” katanya “janji ya?” “iya. tar kalo aku udah kesini orang yang pengen pertama aku temuin yaitu kamu” “awas ajah kalo kami ingkarin janji ke aku” “gak bakal” Tiba esok hari sahabat ku pun pergi ke kampung halamannya, hari-hariku terasa begitu sepi tanpa dia. Hari terus berganti sepi pun terus membayangi ku. 5 hari ku tanpa kehadiran sahabat Tiba saatnya ia kembali dari kampung halamanya. rasa senang menyelimuti hati ku, akhirnya sahabat ku balik lagi ke sini. tapi hari ini adalah hari terakhir bersamanya. Hari ini aku ingin menghabiskan waktu terakhir bersamanya. hari ini aku jalan-jalan bersama zahra dan yang lainnya. di sana aku bercanda-canda bersama mereka, hari ini begitu sepesial untuku. Seketika sedang bersenang-senang zahra pun ditelepon dan disuruh untuk pulang untuk membeli barang-barang utuk besok pergi. “fann maaf aku disuruh pulang sama orangtua ku untuk membeli keperluan untuk besok” “iya zar gak papa” padahal hati aku kecewa banget tapi tak apa lah Zahra pun pulang aku pun juga begitu Hari ini adalah hari dimana sahabatku benar-benar pergi meninggalkan aku dalam waktu yang cukup lama. Hari ini aku tidak libur karena ada pelajaran tambahan dari siang sampai sore. oleh karena itu aku kecewa karena gak bisa lihat kepergian zahra. aku terus memikirkan itu hingga akhirnya aku gak konsen sama sekali. Akhirnya aku pulang dari sekolah dan langsung ke rumah zahra, ternyata ia udah berangkat dari 1 jam yang lalu. tiba-tiba salah satu teman ku menghampiri ku dan memberikan sebuah surat. “fann, ini surat buat kamu dari zahra” “oh makasih ya” “iya sama-sama” Aku membuka secara perlahan dan membacanya “fan, maaf aku gak bisa di samping kamu kaya dulu lagi. maaf karena aku gak bisa lindingi kamu lagi. Aku harap kamu jadi anak yang baik ya buat orangtua kamu. jangan lupain aku ya. Walau jauh kita kan masih bisa komunikasi lewat hp kalo gak jejaring sosial. aku masih ada kok di hati kamu. jaga persahabatan kita ya. i love my best friend” Gak tau kenapa rasanya dada ini begitu sesak tak terasa pipi ini sudah basah dengan air mata ku. aku menuju rumah dan langsung meluapkan kesedihan ku. “zar walau aku sama kamu jauh kamu akan tetep jadi sahabat aku kok. makasih ya karena kamu udah ngasih yang terbaik buat aku. aku bakal kuat ngelewatin hari-hari tanpa mu” kataku dalam hati Aku tetap menjalani semuanya seperti janji aku kepada zahra. i miss you ~ SELESAI ~ Cerpen Karangan Fanny Amelia Ananda Facebook Fanny Amelia Ananda Cerpen Kenangan Terindah Bersama Mu merupakan cerita pendek karangan Fanny Amelia Ananda, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " My Childhood Friend Is A Mermaid Oleh Rabiatul Adawiah Pagi itu.. Aku duduk di kamarku yang sangat sunyi, yang ada hanya aku dan cahaya mentari yang indah. Aku menatap jendela kamarku, seraya mengingat kenangan singkat masa kecilku yang Pergi ke Tanah Suci Oleh Adelia Shiffa Fajariani Halo perkenalkan namaku Rachel. Aku bercita-cita ingin membawa kedua orangtuaku ke Mekkah, Arab Saudi. Tapi rasanya itu mustahil. Butuh berpuluh-puluh tahun untuk menabung uang. Orangtuaku bekerja sebagai penjual nasi Mantan Bertahan Dengan Rasa Sakit Oleh Ditha Nurmala Gue punya pacar bernama rian saputra, Mulanya kita sebatas teman kerja… Berawal dari kebencian gue sama dia, yg padahal gue sendiri ga tau kenapa gue sangat membenci dia. Saat Embunku di Atas Karya Tuhan Oleh Fadli Anas Sudut ini membuatku sempit untuk melakukan gerakan-gerakan indahku, “arrrgh, kenapa, hanya aku Tuhan…! Hanya aku yang berbeda dengan mereka, lincah, tanpa sadar mereka sekarang berbicara seenaknya di depanku, aku Perjuangan yang Terbuang Sia Sia Oleh Salsa Nurul Aisyah Aku, Adinda, dan Laura adalah 3 sekawan yang sangat akur, kalaupun berantem palingan juga sehari gak lebih. Karena kami telah bersahabat sejak lama kami merasa bosen kenapa persahabatan kita “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"
Hehhe. Memang sih, terkadang hujan memang spesial, tidak hanya genangan air yang muncul dimana-mana, tapi juga kenangan. Nah, jika sebelumnya kita memberikan kumpulan puisi hujan, maka kali ini kita akan berikan kamu kumpulan kata kata hujan singkat yang romantis, galau, lucu, quote hujan dan kenangan, biar lebih lengkap deh.

Jika kau bertanya, adakah yang lebih purba dari kenangan? Maka akan kujawab dengan ceritaku ini. Semenjak perkelahian itu, aku dan ia tiada pernah saling menyapa. Hatiku serupa batu yang paling purba dan tak dapat dikerat dengan alat apa pun. Apalagi dihancurkan. Aku membencinya setengah mati. Bagaikan tiada lagi ungkapan tentang kebencian yang dapat mewakili. Jika bukan lantaran berebut remote televisi, kebencian itu tidak akan sebesar gunung batu yang maha barangkali. Sebuah kebencian yang hanya menjadi kenangan hingga kini. Sebuah kata yang kelak kuanggap lebih purba dari kehidupan itu sendiri. Ia adalah kakak lelakiku yang menyulut kebencian itu. Umurku enam belas waktu itu, sedang kakakku lebih tua enam tahun dari usiaku. Dan menonton televisi adalah kebiasaan yang kulakukan saban sore sembari menunggu magrib di ruang tamu. Entah lantaran apa, aku tak tahu. Tiba-tiba ia merebut remote televisi yang sedang kupegang dan menghantamkannya tepat mengenai jidatku. Aku terkejut dan sebentar kaku. Darah pun mengucur perlahan merembes ke ujung hidungku. Segar dan amis menyatu. Aku bereaksi segera, meski nyaliku sempat menciut ketika melihat matanya yang nyalang. Kuarahkan tinju kuat-kuat ke arahnya, namun ia semakin jalang. Kuarahkan tinju kedua, ia semakin garang. Ia menendang. Tak sanggup diriku lari tunggang-langgang. Semakin aku berontak, semakin kuat tendangannya menghadang. Aku lekang dan remote itu pun terberai tak kepalang. Barangkali juga bukan salahnya ketika menghajarku hingga babak-belur. Dari cerita ibu, sebelum pulang, kakak lelakiku memang sudah mabuk sehingga pandangannya kabur. Bau alkohol tercium dari mulutnya dan kedua tangannya bergetar seperti tersengat listrik. ”Mungkin teman-temannya usai mencekokinya dengan air iblis atau sejenis cukrik.” Aku mendengar ibu sesenggukan, menahan memar di kepalanya yang diciptakan kakak lelakiku itu, lantas mengompresnya dengan batu es. Ibu juga membersihkan wajahku yang penuh darah dan hampir kering. Tangannya menyeka luka bekas lemparan remote televisi dengan kapas yang telah dilumuri Revanol lantas menutup luka itu dengan kasa yang sebelumnya telah diolesi obat merah. Aku sesenggukan menahan sakit yang merajam. Kakakku tenang usai para tetangga berdatangan, lantas mendekap erat-erat tubuhnya yang kuat-liat bagai karang. Lalu peristiwa itu pun jadi perbincangan. Kenangan itu masih menggelayut dalam pikiranku, meski puluhan tahun berlalu. Pada sebuah pagi keseribu sembilan ratus lima puluh satu, pagi pertama usai perkelahian itu, aku masih mengenangnya dan tetap ingin meninjunya tepat mengenai jidatnya dan berluka seperti luka yang kumiliki di jidat. Luka yang telah bersih diseka ibu. Luka yang ia ulangi lagi pada ibu … Di hadapan pusaranya kini, kenangan itu masih purba. Kenangan dan Kesedihan Semestinya kau tak perlu bersedih hati akan hal itu. Kau tahu, bukankah kesedihan senantiasa mengiringi setiap perempuan? Kesedihan adalah ketika kau memandang foto saudara kandungmu tengah terbaring dengan infus dan oksigen membekap mulutnya. Foto yang dikirim temanmu melalui BlackBerry Messenger dan kau tak dapat menjenguknya lantaran ia dirawat di rumah sakit yang jauh dari jangkauanmu, di luar negeri, misalnya. Bukankah Hawa tercipta dari kesedihan Adam lantaran tinggal seorang diri di surga? Aku tentu tahu, bagaimana perasaanmu akan hal itu. Waktu itu memang tiada yang menduga langit akan turun hujan dan kilat saling bersahutan. Segerombolan burung terik yang terbang seolah tahu diri bahwa cuaca sedang tidak berkawan. Segalanya gelap, hitam, begitu pula dengan wajahmu. Di sana, kudapati kemuraman berabad-abad bagaikan tiada lagi cahaya datang menelusup pori-pori wajahmu. Kusangkakan, itulah yang bernama kesedihan. Aku berada di sana waktu itu. Kau memeluk lutut seperti menahan dingin udara yang membelenggu di kala malam. Tiada percakapan. Aku pun tak mau memulainya. Wajahmu tertekuk hingga hampir mencium tanah. Adakah yang mampu memahami kesedihanmu selain dirimu sendiri? Aku masih mengingat, beberapa tahun yang lewat, ketika burung-burung terik sepakat menunaikan ibadahnya di bumi timur, ketika senja masih menguning-langsat sebelum magrib, tatkala waktu belum sepenuhnya punah, kau juga menggigil tinggi sembari memelukku erat menghangatkan tubuhmu yang dingin-beku serupa balok es. Bukan lantaran hujan yang turun tiada henti sedari kemarin. Atau karena kutub utara yang pindah ke rumahmu. Kau takut pada cerita tentang Izah yang memeluk lututnya di haribaan pusara Sunan Ampel. Ia takut pada ibu, mengapa menghilang berbulan-bulan tanpa satu kabar jua? Mengapa pula ia melarikan diri dari studinya yang belum usai? Dan, mengapa ia merahasiakan kandungannya dan merawat bayi yang lahir tanpa ayah itu di makam sang wali? Bukankah kau juga ingin melihat keponakanmu yang mungil itu? Bukankah ia tak bersalah karena mengandung di luar nikah? Apakah Ela juga bersalah lantaran lahir di luar nikah tanpa pernah tahu wajah ayahnya? Kita tak pernah membicarakan dan mengingatnya beberapa tahun belakangan. Kupikir kita terlalu sibuk membicarakan burung terik yang mulai punah dan senja yang kian melegam. Dan memang aku sengaja menyibukkanmu dengan cerita-cerita fiksi karanganku. Dengan begitu, kau tak perlu lagi mengenal kesedihan. Asap Kenangan dan Luka Jika bukan lantaran tawa menyedihkan sepuluh tahun yang lalu, barangkali ia tidak akan kembali ke kampung yang membesarkannya. Juga kepada anaknya. Miftah hanya tahu, bahwa dengan kembali ke rumah, ia dapat menyembuhkan luka-luka yang tersayat di masa lalu. Saat di mana lelaki itu datang mengawininya kemudian meninggalkannya ketika umur kandungannya berumur delapan bulan. Dengan melihat sawah-sawah dipenuhi rumpun jagung yang berjajar rapi dan hijau perdu suket gajah, tentu tawa menyedihkan itu takkan muncul sedemikian rupa bagai penyakit yang muncul tiba-tiba; sehingga napasnya kembali bersih, paru-parunya juga bersih. Sebab belakangan ini ia sering menghabiskan dua bungkus rokok mild per hari. Alasannya, ia ingin kenangan itu terbang jauh ke langit bersama asap yang ia embuskan. Kau tentu hafal akan “Sajak Seonggok Jagung” milik paman Rendra. Sajak yang kau taksir lantaran ia melihat seonggok jagung yang tergeletak di kamar anak lelakinya. Kau lebih tahu isi sajak itu ketimbang Miftah yang hanya khidmat pada tanaman bertangkai tunggal dan berakar serabut itu dan hanya lulusan sekolah dasar. Saban pagi-pagi buta, Miftah berkeliling sawah di jalan setapak-beraspal itu. Di kiri-kanan diselingi pohon-pohon mangga yang buahnya sering dihabiskan codot sebelum tiba masaknya. Kau tahu codot? Makhluk itu serupa kelelawar berukuran lebih kecil dan menyerupai tikus piaraan dan berwarna hitam. Makhluk itu sering menyisakan mangga yang tak habis dimakannya di pekarangan rumah. Maka, itulah ritual yang dilakukan Miftah semenjak sepuluh tahun terakhir sembari tertawa-tawa seorang diri. Arkian, Miftah hanya tahu, bagaimana ibunya bersusah-payah menenangkan dirinya ketika di siang bolong ia bertelanjang bulat tanpa sebab-musabab. Ketika para tetangga tengah beristirahat dan anak-anak kecil bermain pasaran sepulang sekolah, Miftah berteriak-teriak. Kampung gaduh, dan gang di mana rumahnya berada lantas banjir manusia. Para tetangga itu turut menyaksikan dan berupaya menenangkannya, sembari menabahkan hati ibunya yang sedari kecil merawatnya seorang diri. Tanpa sanak keluarga. Dan suami. Siang itu adalah mula tahun-tahun sesudahnya yang penuh keindahan-sunyi dan tawa-menyedihkan tak berkesudahan. Kau di sana waktu itu. Menyaksikan ibumu yang dianggap gila. Kenangan dan Percakapan di Bawah Kemarau Bukanlah suatu kesalahan jika kau mencintai seseorang berdasarkan rupa bentuknya. Tak perlu menyembunyikan hal itu. Aku juga tahu kau mencintainya karena ia cantik atau tampan, karena ia berkulit putih atau langsat, karena ia semampai atau tinggi. Aku pun mengerti. Tak perlulah kita berdebat atau bahkan beradu fisik akan definisi ini. Kau hanya perlu mengerti bahwa kesalahan sebenarnya adalah tatkala kau meninggalkan kekasihmu usai kau mencintainya. Begitulah cerita ini dimulai. Jika bukan lantaran mengingat kau penuh seluruh[1], tentu kau telah lama berlari menggapai bintang di langit lantas menjatuhkannya di atas mataku. Kau tentu ingin aku buta sehingga tak kudapati lagi rona yang terpancar dari wajahmu, bukan? Kau tahu, mencintaimu adalah hal paling menyedihkan yang pernah kuingat. Aku mesti rela hilang bentuk, remuk[2]. Bertahun-tahun memikirkan siasat tak masuk akal supaya kau paham bahwa menggapai cinta tidaklah semudah meneropong bintang lantas memberinya nama belakangmu. Maka, tak usahlah kita mengingat senja yang sendu, langit yang perdu, angin yang merdu itu, bila pertemuan pertama itu hanya jadi kenangan yang membelenggu. Bangku hijau-lumut dan daun-daun sengon itu cukuplah menjadi saksi bisu. Tentu kau berpikiran sama denganku di atas langit masih ada langit, di atas keindahan masih ada keindahan, di atas cinta masih ada cinta. Setidaknya, isyarat itu yang membuat bumi senantiasa berevolusi sebagaimana mestinya dan berotasi sesuai porosnya, sehingga masing-masing menciptakan waktu dan musim, seperti kau dan aku, agar kau memahami bahwa hidup sendiri tak kenal kompromi. Dulu, kita pernah menduga kemarau seperti hujan air langit berguguran lalu menggenang di tanah kering nan lapang. Adakala ia mencium rerumputan, seraya membasuh debu yang menempel di pucuk-pucuknya. Ia lengket. Sembari menunggu wedang jahe yang kau masak, kau membayangkan berguyuran di bawah hujan. “Aku masih bermimpi menumpang pelangi.” Pelangi pun tak selalu hadir bakda hujan. Ia mungkin sekumpulan malaikat, atau bidadari yang hikmat memuji anugerah langit, atau barangkali pula hanya antologi warna yang tujuh. “Kau terlalu banyak berpikir.” Aku pun diam. “Apabila kemarau ini usai, aku ingin menumpang pelangi itu, menuju ke Negeri Senja[3].” Aku masih diam. Sebelumnya, kau selalu bertanya, adakah yang lebih tabah, lebih bijak, lebih arif, dari hujan bulan Juni[4]? Aku hanya bertanya kembali, dalam hati tentu saja, bukankah hujan tak pernah turun di bulan Juni jika kita mengingat pelajaran IPA di sekolah dasar? “Nyatanya, bagaimanapun, tak ada yang lebih bijak, lebih tabah, lebih arif, dari hujan bulan Juni, bukan?” katamu memungkasi. Aku masih tetap diam. Kenangan, Cinta, dan Suami Kita menyukai kesendirian dan kesunyian. Seringkali kita membutuhkan ruang privasi menjauhkan diri dari keramaian dan kepalsuan. Kau tahu, Tuhan menciptakan kita dengan sifat Kesendirian-Nya, dan Ia menyisipi kita dengan sifat Keilahian-Nya. Lantas benarkah kau menunggunya, atau benarkah kau berharap ia seumpama Jibril yang menyampaikan kabar gembira? Kau perlu kesendirian dan kesunyian supaya kau dapat bersemayam dalam cerita-cerita yang kau karang. “Tidak. Menurutku, banyak hal yang mesti dikorbankan demi hal lain yang menurut kita lebih baik.” “Termasuk suamimu?” “Tentu.” “Itu saja?” “Ya. Itu saja. Tidak lebih. Apalagi lebih dari itu.” “Omong kosong.” “Setidaknya kau tak perlu bergurau tentang cinta. Bukankah setiap orang berhak atas cinta? Tiadakah kau rasakan keindahan tentang cinta melebihi segala yang kau punyai? Lantas, adakah yang lebih indah yang pernah diciptakan-Nya selain cinta?” “Ya. Aku mencintaimu sebagaimana suamimu mencintaimu.” Ya. Aku memang terobsesi mencintaimu sebagaimana isi sajak Sapardi yang sering kau gumamkan usai kita bercinta mencintai angin, harus menjadi siut, mencintai air, harus menjadi ricik, mencintai gunung, harus menjadi terjal, mencintai api harus menjadi jilat. mencintai cakrawala harus menebas jarak, mencintai-Mu, harus menjadi aku. Senja telah melegam cukup lama. Beberapa cerita telah khatam kita baca. Burung-burung terik juga telah lama menuju timur, mengkhidmati petang itu. Tiada yang tahu berapa lama lagi kita mesti menyelesaikan percakapan ini. Dalam diam, kita khusuk mendengar azan magrib. Kau tahu, tiada panggilan yang lebih indah selain panggilan-Nya. Kenangan dan Sakit Hanya ada kau dan aku dalam cerita ini. Kunang-kunang berubah ganih dan waktu berhenti pada menit kedua belas. Kata-kata menjadi gelap dan makna pun kekal dalam pekat. Kau tahu, cinta memekarkan rembulan, sedang gemintang berubah menjadi planet baru. Kau tahu, itu adalah amsal tentang riwayatmu dan cerita-certia yang tak kunjung usai kutulis. Mengapakah kau berharap lebih dari itu sementara aku menginginkan tak lebih dari itu, padahal telah kutemukan kembali namamu[5] dalam cerita ini? Tidakkah kau ingat, tatkala kau sakit, kau akan ingat ketika sehat. Langit-langit kamarmu laksana hamparan penyesalan dan tubuhmu bak terperangkap dalam jaring laba-laba raksasa[6]. Pada senja yang menyengat, kau hanya bisa roboh di atas dipan. Kau tak dapat menyaksikan gemerlap jingga-keemasannya lantas menumpanginya ke Negeri Senja[7]. Dan, pada sepertiga malam terakhir, kau hanya bisa terjaga seraya mendapati diri seorang diri. Kau tak dapat menyampaikan doamu padahal pada waktu istimewa itu Tuhan turun ke bumi dan mengabulkan segala doamu. Lantas, adakah perilaku-perilaku sebelumnya yang membuat tubuhmu harus terpapar di antara sakratul-maut, atau, adakah mimpi-visimu yang belum terwujud manakala kau berada dalam situasi seperti itu? Kau menggeleng. Takut aku berdusta. “Sakit adalah saat di mana dosa-dosa dikelupas-Nya dengan sederhana[8].” Kau mencoba menebak arah pikiranku lantaran tiada bersepakat dengan perkataanku. “Sakit adalah istirah agar kau mengingat-Nya lebih dari sekadar kau mengingat dirimu.” “Adakah yang lebih purba dari kenangan?” katamu. “Ada,” kataku. “Sakit tersembunyi lebih purba dari kenangan.” “Benarkah?” “Kau sakit. Baiknya kau undur diri.” [*] [1] Kutipan sajak “Doa” karya Chairil Anwar. [3] Tentang Negeri Senja dapat dibaca pada cerpen “Tujuan Negeri Senja” karya Seno Gumira Ajidarma, Kompas, Minggu, 8 November 1988 dan “Senja dan Cinta yang Berdarah” Penerbit Buku Kompas, 2014 622-629. [4] Berdasarkan sajak “Hujan Bulan Juni” 1989; Editum, 2012 89 karya Sapardi Djoko Damono, yang penulis rangkum dan ambil dari masing-masing larik pertamanya. Selengkapnya tak ada yang lebih tabah / dari hujan bulan juni / dirahasiakannya rintik rindunya / kepada pohon berbunga itu // tak ada yang lebih bijak / dari hujan bulan juni / dihapusnya jejak-jejak kakinya / yang ragu-ragu di jalan itu // tak ada yang lebih arif / dari hujan bulan juni / dibiarkannya yang tak terucapkan / diserap akar pohon bunga itu //. [5] Kutipan sajak “Dalam Lipatan Kain” karya Esha Tegar Putra Motion Publishing, 2015 93 [6] Kalimat ini terisnpirasi dari cerpen “Sarelgaz’” karya Sungging Raga Indie Book Corner, 2014 71-76. [8] Sajak “Aku Ingin” 1989; Editum, 2012 90 karya Sapardi Djoko Damono, yang dimulai dengan larik Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. M Firdaus Rahmatullah, lahir di Jombang. Menggemari sastra dan kopi. Menulis cerpen dan puisi dan tersebar di beberapa media massa. Alumni PP Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang dan PBSI STKIP PGRI Jombang. Kini, berkhidmat di SMAN 1 Panarukan, Situbondo. Bisa ditemui di twitter mufirra_ dan facebook mfirdausrahmatullah *Sumber gambar

Tibatiba sebuah pesan WhatsApp (WA) menyelinap ke telepon genggam Kolonel dr. Albertus Budi Sulistyo. Melalui WA, Pastor Rofinus Neto Wuli menyapa sambil mendoakan. “Pak Budi, saya terus berdoa dengan Misa Kudus, semoga suatu saat Bapak menjadi Wakarumkit (Wakil Kepala Rumah Sakit) Gatot Soebroto. Dan semoga bintangnya (bintang jenderal
Cerpen Karangan An RiskaKategori Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Perpisahan, Cerpen Remaja Lolos moderasi pada 1 March 2015 Liburan pun tiba… “Pagi yang cerah untuk hati yang cerah pula” Teriak Icha menyambut hari pertama liburnya. Hari itu ia akan brangkat ke kampung halamannya di daerah yang jaraknya lumayan jauh. Bergegas Icha mandi siap-siap. Liburan ini sangat berbeda dengan liburan-liburan biasanya, karena Icha akan bertemu dengan sang pujaan hati. Hubungan mereka memang masih baru, tapi karena jadiannya pun tidak sengaja melalui pesan singkat. “Cha, udah punya pacar belum?” Tanya Handar iseng. “Eh, kenape lu tanya-tanya? Lu naksir ya ama gua?”. “Eh iya, eh bukan gitu maksud gua gini, kenapa gak kita coba aja buat pacaran. Ntar kalo kita udah nemuin pasangan yang tepat kita bubar secara baik-baik. Gimana menurut lu?”. “Pacar Kontrak maksud lo?”. “Iya, gimana Cha mau gak lo?”. “Em, oke deh siapa takut…” Dari situ lah awal pertama mereka jadian, mereka lalui dengan penuh suka gak ada duka-dukanya. Sampai pada akhirnya Icha merasa ada yang aneh pada dirinya begitupun Handar. Ternyata tumbuh rasa saling jatuh cinta di antara keduanya. karena tak ingin mempermainkan Cinta akhirnya mereka sepakat untuk meresmikan hari jadi mereka. “Aku mau buat kejutan ah sama Handar, pasti Handar kaget kalau tiba-tiba aku udah disana”. Ujar Icha dalam hati, tak pernah Icha merasa sebahagia ini. Padahal kalau diitung-itung ini bukan kali pertama lho dia pacaran. Tak terasa petang pun sudah mulai hilang dan berganti malam. “Akhirnya sampe juga di rumah tercinta, hmm.. mau ngasih tau sekarang atau besok ya, kalo aku ada disini? Besok aja deh!” Rasa tak karuan di hati Icha, sampai-sampai dia tak sadar kalo mama keheranan melihat tingkah anak gadisnya itu. Paginya, Icha sengaja bangun paling awal dan langsung meraih hp lalu mengetik pesan. “Beib bangun, cepet sana solat subuh dulu! Kamu hari ini sekolah gak? Ketemuan yuk!”. Cepat-cepat dia langsung mengirim pesan. Nada pesan di hp Handar berbunyi. “Dari Icha? Tumben dia duluan yang sms pagi-pagi.” Setelah membaca pesan dari Icha, Handar langsung cepat-cepat menelepon Icha. “Hallo beib, tumben telpon.” Sapa Icha. “Beib kamu beneran ada disini? Kapan dateng? Kok gak ngabarin aku sih?”. Tanya Handar panjang lebar kali tinggi. “Waduh waduh, satu satu dong beib nanyanya bingung tau jawabnya. Iya aku disini, sampe tadi malem. Sengaja, biar surprise” jawab Icha simple.”Ya udah ntar jam 10 aku tunggu kamu di jembatan ya soalnya aku siang mau pergi” jawab Handar dari sebrang telepon. “Loh, loh kok gitu sih beib, aku kan baru dateng, masa udah mau ditinggal aja sih”. “Maaf beib, aku mau ada kejuaraan di Palembang gak lama kok. Kamu masih lama kan disini?”. “Iya beib masih lama kok, beib mangganya jangan lupa!” Tagih Icha.”Iya Cinta gak lupa kok”. Icha buru-buru mandi dan dandan. Ups jarang-jarang tuh Icha dandan. setelah selesai Icha buru-buru memasukkan alat make up nya ke dalam tas, takut luntur di jalan. Jadi harus tetep dibawa. Namanya kencan pertama, walaupun dulu sering bertemu tapi yang kali ini kan statusnya beda. Pertemuan pertama cukup berkesan, ternyata kencan pertama Icha gak begitu malu-maluin kok malah dibilang cantik sama Handar. Tapi ketemunya cuma bentar, abis ngasih mangga Handar langsung pamit pulang karena dia mau packing buat ke palembang nanti siang. Sedih sih sedih, tapi mau digimanain lagi namanya juga tugas negara. Ce ile udah kaya pejabat aje. 5 hari berlalu begitu saja, biasa-biasa saja, dan nothing special. Gimana enggak? selama ditinggal si Handar kerjaan Icha cuma di rumah nonton tipi. Pas hari pertama pembukaan pasar malem dia sendiri sedangkan Ima dan Anti sama cowok-cowok mereka. Jadi deh si Icha kaya orang gila ngelilingin stan-stan sendirian, kalo gak ngebuntutin sahabat sama pacarnya. “Please beib cepetan pulang” rintih Icha dalam hati. Paginya ada 1 pesan dari Handar “Beib lagi dimana? Bisa jemput gak di alfa?”. Serasa mimpi percaya tak percaya secepat kilat dia mengambil kontak dan cepat-cepat pergi. Akhirnya honbeib pulang juga. Bisa kencan trus nih… Hari-hari Icha sekarang lebih berwarna setelah kepulangan Handar dari palembang. Hampir tiap malam mereka gak bosen-bosennya pergi ke pasar malam. Biar dibolehin mama, Icha ngajak salah satu adiknya untuk ikut. Hihi.. Dasar anak jaman sekarang banyak akal. Liburan pun berakhir Icha pun harus kembali karena tidak lama lagi masuk sekolah. Serasa tak percaya begitu cepatnya waktu berlalu. Tampak kesedihan di wajah Handar, Icha yang tak ingin pacarnya sedih senyum dan berkata. “Kamu gak boleh sedih beib, aku gak lama-lama kok disana. Nanti setelah UN selesai aku pasti balik lagi kok, tapi janji gak boleh nakal kalo gak ada aku.” Ingin rasanya Handar menitikkan air mata, tapi itu semua gak mungkin. Dia harus terlihat tegar di depan Icha. “Iya beib, aku janji aku gak akan nakal disini”. Handar pun langsung memeluk dan mencium kening Icha. Paginya sms dari Handar “Hati-hati ya sayang, jaga diri kamu baik-baik. Inget pesen aku, kalau kamu udah mulai jenuh pacaran jarak jauh sama aku. Inget saat kita bersama”. Air mata Icha pun tak dapat dibendung lagi. Berat rasanya untuk kembali. UN pun di mulai.. Sebelum masuk kelas Icha menyempatkan diri untuk membaca 1 pesan dari Handar. “SEMANGAT ya sayang ngerjain soalnya. Inget pesen aku! MENCONTEKLAH DENGAN BAIK DAN BENAR! 😀 “. Dasar Handar malah ngajarin yang gak bener. UN usai, akhirnya Icha sudah berada di kampung lagi, gak kerasa juga ya. Tapi semakin jarang Icha bertemu Handar walaupun dia ada disana. Handar masih sibuk sekolah, maklum pacaran sama adek kelas. Jadi Icha harus bisa ngertiin kondisi itu dan tidak mau banyak nuntut. Icha memang termasuk pacar yang pengertian. Jadi waktunya disana habis untuk main bareng Anti dan Tama teman Icha. Hari terakhir Icha disana akhirnya sama Handar juga, meskipun cuma nganterin pacarnya kerja kelompok tempat temannya, yang penting sama-sama pacar deh. Pulang dari rumah temannya Handar mengantar Icha pulang, tak disangka-sangka Handar mengeluarkan kotak kecil dari dalam tas nya. “Ini kado buat ulang tahun kamu kemaren, maaf ya beib aku telat ngasihnya”. “Ih, makasih ya sayang kadonya”. “Ya udah aku pulang dulu ya, besok hati-hati”. Seperti rutinitas biasanya malam sebelum pulang pasti Icha nangis gak tega ninggalin Handar lagi. Paginya matanya bengkak deh kaya digigit tawon. “Polusi lagi polusi lagi” keluh Icha dalam hati. Waktu berlalu tanpa ada yang istimewa. Hanya lewat telpon dan sms Icha mencurahkan rindunya kepada Handar. Akhir-akhir ini hubungan mereka kurang harmonis, Icha mewajarkan semuanya, orang yang sudah berumah tangga aja sering bertengkar apa lagi mereka yang pacaran pun baru beberapa bulan. Mungkin karena Handar lagi sibuk persiapan Ujian Semester, atau ada masalah keluarga. Hanya hal-hal positif yang bisa menenangkan hatinya saat ini. Malam minggu.. Icha diajak kak Lita untuk menemani dia ke rumah. karena buru-buru Icha sampai lupa membawa hp nya. Sepulangnya ada 7 pesan yang 3 pesannya dari Handar. Ternyata malam itu Handar lagi butuh teman berbagi, sangat disesalkan hp gak di bawa Icha. Icha langsung nelpon Handar. Tapi direject dengan Handar. Ternyata Handar sangat marah. Seminggu tanpa kabar dari Handar, Icha telpon gak diangkat di sms pun gak dibalas. Baru kali ini Anti melihat sahabatnya benar-benar sedih, uring-uringan, dan gak memiliki semangat hidup karena cowok. Berbagai cara Anti lakukan untuk menghibur Icha tetap saja tidak mempan. Malam minggu selanjutnya bertepatan hari anniversary mereka yang ke 7 bulan Icha merangkai kata-kata untuk di kirim ke Handar. Pukul sms itu langsung dikirim ke Handar. “Happy Anniversary ke 7 month sayang. Maaf kalau selama ini aku blum bisa jadi yang tebaik buat kamu. Semoga kita tetep long last ya sayang”. Di tunggu-tunggu tak ada balasan dari Handar, ingin rasanya Icha berteriak malam itu. Andai saja ia berada di tempat yang jauh dari keramaian akan ia luapkan semua isi hatinya. Belum selesai masalah seminggu yang lalu, wanita yang entah berasal dari planet mana sukses membuat semuanya benar-benar hancur. Ia menandai fotonya di dinding facebook Handar, Icha mengira Handar yang uplod foto itu. Timbulah salah paham antara keduanya, Icha mengadu dengan Anti, Anti yang kesal dan tidak terima Handar melakukan ini kepada sahabatnya mengirim kata-kata kasar kepada Handar. Handar sangat tersinggung dan langsung menelepon Icha. Menjelaskan yang sebenarnya. Icha mengira itu awal dari perdamaian mereka berdua. Tapi tidak disangka-sangka kata yang sangat menakutkan bagi Icha keluar dari mulut Handar. “Cha lebih baik kita PUTUS, aku rasa kita udah gak sejalan lagi. Dan aku yakin kamu akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dari aku yang enggak kekanak-kanakan kaya aku”. “Tapi Dar aku sayang banget sama kamu, kenapa kamu tega putusin aku gitu aja, apa kamu emang gak pernah sayang sama aku?”. “Icha, dengerin aku! Justru karena aku sayang sama kamu aku lakuin ini semua. Aku minta untuk yang terakhir kalinya kalau memang kamu sayang sama aku mulai malam ini berhenti menangis karena aku!!”. “Baik, kalau memang ini keputusan kamu aku terima. Tapi aku gak bisa janji untuk berenti nangis karena kamu”. “Maafin aku, walaupun kita gak pacaran lagi kita masih bisa berteman kan? Dan semua yang udah kamu kasih ke aku akan aku simpan baik-baik karena pemberian dari kamu semua berharga untuk aku”. “Iya, makasih Dar kamu udah memberi banyak warna di hidup aku, aku bahagia aku lega akhirnya kamu memberikan jawaban atas kebisuan mu selama seminggu ini, walaupun jawabannya jauh dari harapanku. Tapi satu yang harus kamu tau kamu adalah MANTAN TERINDAH KU”. “Iya makasih juga atas perhatian, dan kesabaran kamu selama ini ngadepin aku. Udah ya Icha boncel jangan nangis lagi ya! Sekarang kita teman 🙂 “. “Iya , teman ’ !!!” End Cerpen Karangan An Riska Facebook an_rizcha[-at-] Nama An Riska TTL Bumi Dipasena Sejahtera, 14 April 1995 Hobi Menulis, Baca Novel, Nyanyi Alamat gg by pass raya, No 42 R Basa, Bandar Lampung Cerpen Mantan Terindah merupakan cerita pendek karangan An Riska, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Misteri Kepergianmu Oleh Katrina Maura Gia Di tahun ini aku memasuki kelas 8 semester 2, namaku Rayya anita diana dipanggil Rayya, aku bersekolah di SMPN 01, kelas 8A. Aku memiliki sahabat bernama nia aurelia dipanggil Kakak Kelas, Ku Tetap Menunggumu Oleh Rismaya Nur Septiani Kucurahkan semua keluh kesah dan suka duka pada kertas putih yang ditulis dengan tinta hitam. Keluarga, sahabat, orang terdekat, dan juga dia. Namaku Anisa ulfah, kelas 12 yang memiliki Sederhana Oleh Visa Sederhana adalah satu kata yang dapat mengajarkan kita untuk tidak berlebih-lebihan. Berada di sekolah sederhana, rumah sederhana, sebuah kehidupan yang serba sederhana, itu ada pada keluarga Ghuca. Ghuca adalah Hanya Sekedar Oleh Sekar Pinestri “Kit!” Nikita menoleh dan mendapati sang sahabat dekat, Dito, berjalan ke arahnya bersama Lucas, Safi, dan Tiara. Ia tersenyum, melambai sebagai respon dari panggilan tadi. “Hai, semuanya,” sapa Dito The Champion Oleh Belinda Septia Dalam heningnya musim panas, gue asik dengerin lagunya Daniel Bedingfield yang berjudul If you’re not the one, dan lagu ini bener-bener bikin gue sedih banget, yah sedih, sedih karena “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"

Umurperkawinan kita adalah tujuh tahun terindah dalam hidupku.” “Tapi, Mas Yunus yang kau cintai adalah diriku yang dulu. Yunus yang penuh ingatan dan kenangan denganmu,” tukasku. “Sedangkan diriku yang sekarang adalah manusia tanpa ingatan, tanpa kenangan masa lalu, dan karena itu juga tanpa ikatan emosi.

Temenan 10 tahun, pacaran 8 bulan, yaksip. Gagal Move On! Ini bukan cerita remaja pada umumnya tapi... bisa juga sih dibilang kayak gitu. Dari segi pembuka cerita aja gak menarik, gak jelas, karena udah faktor author- nya yang tijel selalu mengalami kegabutan yang to the point aja kalau baru aja gue flashback sama mantan, kisah SMA banget sih emang, tapi jujur aja gue sekolah di menengah kejuruan bukan menengah atas. Meskipun begitu cerita masa SMK juga sama indahnya kok kayak SMA, bedanya kalau SMA itu lebih cenderung santai mungkin yha tapi gak tau juga intinya kalau SMK itu sering gue bilang kuproy. Setiap sekolah emang beda sih, tapi di sekolah gue ini bener-bener ditekunin buat terjun langsung ke dunia kerja apalagi waktu masih baru kelas 10 dan tugas udah numpuk dan jam pulangnya pun sama kayak kuproy. Haha, b aja sih cuma guenya aja yang abaikan, balik ke topik awal tentang flashback sama udah kenal lama sama dia, dari TK pun gue udah temenan sampe SMP tuh berapa tahun coba tapi pacarannya cuma sampe 8 bulan gak nyampe TK dia itu anaknya cengeng tapi ganteng, banyak bocah-bocah yang suka sama dia. Tuh anak kecil aja udah ngerti SD kelas 3 dia pernah ngejailin gue dan bilang I love you sambil nyengir, ya biasalah bocah. Kelas 4 gue gak akur sama dia, gue dikatain terus sama dia, gue pun sebaliknya. Kelas 5 mulai gengsi, kelas 6 dia nemenin gue yang sendirian waktu latihan pianika untuk SMP kelas 1 udah mulai cuek gak pernah tegur sapa lagi, pas itu gue lagi ke kamar mandi sama Dinda yang kebetulan waktu SD pernah sekelas sama dia dan negur dia Sombong lu’ alhasil dia cuma nengok abis itu ngebuang muka. Gue yang ngerasa tertarik pun ikut-ikutan bilang sombong dan dia masang tampang judesnya sambil bilang . Sombong kenapa si?’Ea. Hm. Cekiwir. Setelah itu dia lari dari suasana yang penuh kesombongan kelas 2 SMP gue sama sekali gak peduli lagi tentang dia karena emang dia yang mulai cuek seakan-akan nganggap gue orang asing, tapi gue biasa aja karena emang gak ada rasa. Tapi dia sempet ngajak gue ngobrol soalnya dia temenan sama temen gue. Gak ada yang spesial di kelas 2 kelas 3 SMP nih awal mulainya lagi. Gue ikut forum remaja di kavling sekitar rumah gue dan gak sadar ternyata ada cowok yang masih saudara sama si dia. Waktu lagi rapat kebetulan diadain di rumah cowok yang masih saudara itu dan ada dia yang lagi main.“Elo?” kata gue sama dia barengan. Sama-sama kaget dari situ awal mulanya gue diledek-ledekin sama anggota lain kalo gue sama dia itu pacaran, dan yang bikin gue kesel itu sodaranya malah ngeledekin gue kalau gue sama dia udah dari TK satu sekolah mulu.“Cieeee.”Siapa sih yang gak malu digituin otomatis muka gue langsung merah, suara nyebelin itu makin keras bikin gue makin terpojoki. Sementara dia gak tau kemana di sekolah, Andrian, temen sekelas gue nanya, Lo suka sama Dimas?’ nahloh. Langsung aja lah namanya emang Dimas, gak usah pake kata Dia lagi. Gue terkejut bukan main, alama. Pasti gara-gara kemarin.“Katanya kemarin pada ngeledekin lo gara-gara lo suka sama dia.”Wah gak bener. Gue paling gak suka nih kalau ada yang ngomongin enggak-enggak apalagi urusan suka-sukaan.“Apaansih bilangin tuh ke temen lo kalo ngomong jangan ngada-ngada.” Kata gue ketus plus jutek plus judes plus ada sesuatu yang muncrat dari mulut, itu sebenarnya juga temen TK gue dari dulu sampe sekarang tapi emang gak deket, dan kebetulan juga Andrian tetangganya Dimas. Yah meskipun Andrian termasuk cowok yang lemot dan istirahatpun tiba dan Andrian langsung ngeluyur keluar kelas, kayaknya beneran dibilangin nih. Kebetulan gue emang jarang keluar kelas untuk jajan soalnya udah bawa bekal dari rumah dan gue bisa liat Dimas dari jendela kalau dia lagi ngomong sama lama kemudian Andrian datang dengan cengirannya yang begitu memukau, “Dia minta nomor lo.”Uhuk. Uhuk. Gue keselek makanan sendiri.“Buat?”“Minta maaf.”“Untuk?”“Banyak nanya lo udah tulis aja nanti juga tau.”Akhirnya dengan pasrah gue nulis nomor di kertas yang telah disediakan oleh Andrian. Itung-itung bisa deket juga sama dia, sedikit beruntung sih punya temen cowok dari TK yang lumayan masih zamannya orang pacaran sms-an, jadi wajarin aja. gue gak bisa nyeritain semua isi sms itu karena emang gak penting. Intinya pertama kali dia sms gue itu gak jelas, Ngerujak yo’. Oh sekarang kalimat minta maaf udah ganti jadi ngerujak yo. Dimas emang manusia paling langka, pantes banyak yang itu gak mahir dalam ngerjain orang karena dari segi clue untuk nebak siapa orang yang sms gue aja udah ketauan. Bagus sih gak pinter bohong berarti, gue makin sering sms-an sama dia yaa walaupun kadang gue bales cuek, gue bukan tipe cewek yang kalo nge-chat panjang kali lebar paling juga ya bales seadanya aja. Apalagi kalo udah gak mood, paling cuma satu kata mewakili masih zamannya SMP, jadi wajar kalau cintanya rada berjalannya waktu sms yang paling bikin gue kaget ketika Dimas ngajakin gue ketemuan di taman perumahan samping kavling gue. malem-malem. Dan gue punya tipe orang tua yang ngelarang keras pacaran sebelum umurnya dan gak ngizinin keluar malem. Dan ternyata dugaan gue bener, dia nembak gak inget persis kata-katanya gimana karena setelah gue tolak ajakannya dia nembak gue di sms. Dengan kata gue-elo diganti jadi aku-kamu. Dia bilang udah lama banget suka sama gue tapi malu bilangnya. Malem itu gue tolak tapi besoknya dia nanyain jawaban lagi padahal jelas-jelas kemarin udah gue tolak dan bikin gue gak enak hati jadinya gue gue jadi suka sama dia. Orangnya gak jaim, blak-blakan, perhatian emang gue nyangka kalau bisa bertahan lama karena pacarannya asik gak melow-melow kayak gitu. Tapi dipertengahan ada kehadiran orang baru, udah saling kenal sih cuma gara-gara gue sama dia kepilih untuk mewakili lomba fisika jadi deket Dimas anaknya asik dan suka bercanda tapi disisi lain sikap dia yang bikin gue terbakar api cemburu setiap harinya. Gue beda kelas sama dia, dan Dimas satu kelas sama saudaranya yang cewek panggil aja Ratu. Gue sadar mereka emang saudara, tapi emang harus ya kalau jalan itu rangkul-rangkulan? Cubit-cubitan? Sampe Ratu sakit pun dibikin status GWS pake tanda kiss. Apa coba orang-orang nyangkanya Ratu-lah pacarnya Dimas bukan gue. temen sekelasnya sih tau kalau mereka saudaraan, tapi yang lain? Mereka cuma bisa melihat dan menilai tanpa tau apa kebetulan gue juga punya sahabat namanya Fira, dia itu orangnya emang bisa dibilang genit tapi lucu. Gimana ya jelasinnya, kalau udah ada cowok kadang sikapnya suka berubah jadi lenjeh-geli gimana itu tahun baru, kebetulan gue emang gak pernah diizinin untuk dateng ke acara bakar-bakar yang pastinya pulangnya malem padahal Dimas udah ngajakin. Jadi yang dateng cuma Fira, Dimas, Andrian, dan Lina. Gue sadar kok waktu itu Fira emang baru putus jadi galau-galau butuh perhatian, tapi bisa gak, gak pake pundak pacar orang? Gue tau lo emang sahabat gue, tapi apa pacar harus berbagi juga?Pantes aja Dimas gak bales sms gue beberapa jam, ternyata eh ternyata. Lina said, iya semalem dia berduaan beli tusuk satenya lama banget padahal deket tempatnya terus sebelumnya Fira cerita dia baru putus sambil nangis gitu eh malah di rangkul sama Gue seumur-umur jadi pacarnya belum pernah dirangkul. Selama dia mesra-mesraan gue chatingan sama Deon adik kelas gue yang ikut lomba fisika itu. Orangnya asik tapi bawel, udah tau gue punya pacar tapi masih aja minta abaikan aja yang menyakitkannya itu. Waktu gue ulang tahun, bukannya ngasih surprise malah nanya mau dikadoin apa.“Lo mau dikadoin apa?”“Apa aja yang penting warna pink.”“Yaudah tai kambing di cat aja yak.”Kadang suka lucu emang. Pas nerima kado dari dia aja gue sempet di kasih ketek dulu sama dia sebagai kado tambahan. Makasih makin membaik dan sampai titik akhir gue bener-bener eneg sama dia. dia banding-bandingin hubungan kita sama temennya, dia bilang gue cuek orangnya, gak perhatian, dan besoknya dia malah foto sama cewek kelas lain yang pernah ngerebut senior kesukaan gue. Dia minta maaf sih, tapi karena adanya kehadiran Deon ngebuat gue seakan-akan milih Deon dibanding hari Dimas gue cuekin dan dia bener-bener minta maaf. Dan beberapa hari kemudian Dimas berantem sama Deon, gak berantem sih cuma sindiran doang lewat status.“Seenggaknya kalau suatu yang gak bisa lo milikin jangan ngerebut dari orang lain.” –Dimas“Bukannya ngerebut, tapi jangan maksain apa yang bukan milik lo.” –DeonAnjay. Gue merasa cewek cantik anehnya gue malah ngebelain Deon karena emang dia adik kelas, mungkin karena kasihan. Tapi Dimas gak marah sama gue, dia cuma kesel sama Deon, mungkin Dimas pernah ngeliat gue chatan sama Deon dan tanpa rasa malu Deon masang foto gue jadi foto profil dia di sosmed.“Gue marah lah apa yang punya gue malah direbut sama orang lain.”Kata-kata itu yang sampe sekarang gue galmup, berjalannya waktu gue punya ide konyol untuk mutusin Dimas lewat temen gue namanya Ara. Gue suruh dia manas-manasin Dimas tentang kejelekan gue dan berhasil Dimas mutusin gue. dua hari setelahnya temen gue ada yang bilang kalau sebenarnya Dimas masih sayang sama gue. Tepat di hari sibuknya ngurusin pendaftaran sekolah baru gue putus dan gue deket sama Deon hanya sebatas adik-kakak zone. Karena emang gue gak ada rasa sama akhirnya gue kelas 2 SMK gak bisa move on dari 10 tahun pacaran 8 bulan. lagi sang mamski dari Dimas pun berkata, “Nanti SMK bareng lagi ya..”Wah sayang sekali tante. Cukup sampe SMP aja temenannya hehe. Kita udah beda sekolah. Beda Suasana, canggung. IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
SalamSahabat Youtube..Membaca atau menonton cerita, bisa membuat kita bahagia. Dalam menulis atau mengarang cerita, terkadang butuh waktu berjam-jam bahkan

Cerpen Karangan Rizki NuramaliaKategori Cerpen Cinta Romantis Lolos moderasi pada 16 January 2021 Bagaimana rasanya ketika mantan kekasihmu tiba-tiba menghubungimu lagi? Apa yang akan kau lakukan? Karena itu terjadi padaku. Dua hari yang lalu mantan kekasihku tiba-tiba saja menghubungiku melalui akun Instagramku. Aku sempat tak mengenalinya, dia sangat berberbeda saat kami berpacaran dua tahun lalu. Ada banyak sekali rasa canggung diawal pembicaraan dalam chat room, bahkan aku sangat ragu untuk membalas pesannya. Berulang kali berpikir, kuketik, kuhapus dan kuketik kembali pesan balasanku padanya. Sempat kulihat beberapa postingan dirinya. Kupikir hidupnya sangat-sangat jauh lebih baik dari saat dirinya berkencan denganku. Bahkan kutahu kini profilnya sebagai professional photographer dan telah memiliki studio sendiri dengan reputasi yang bagus. Mengetahui hal itu membuatku jadi sangat ragu, pikiran seperti untuk apa mantan kekasihku kembali menghubungiku setelah dua tahun mengakhiri hubungan denganku? Apa dia ingin menunjukan dirinya jauh lebih baik setelah putus denganku? atau apa? Alasan keraguanku lainnya adalah karena perpisahan hari itu bukanlah perpisahan yang baik. Membuatku dilema untuk membalas pesannya atau tidak, dan bahkan lebih jauh lagi mantanku itu meminta bertemu denganku. Tapi memangnya ada perpisahan yang baik? Tangisan, kemarahan, kekecewaan bahkan sampai kebencian pasti selalu beriringan dengan yang namanya perpisahan suatu hubungan. Begitupun denganku dan Mas Rama. Rabu 1900 “Gadis” Sapanya saat pertama kali aku bertemu dengannya. Perasaan kembali pada hari dimana aku tengah bersama dengannya datang memenuhi hatiku. Bahkan suaranya masih sama saat dirinya memanggil namaku. Bodohnya aku akhirnya meng-iyakan permintaannya untuk bertemu. Dan disinilah aku duduk dengannyanya, di kafe yang dulu menjadi tempat favorit kencan kami. Tak ada yang berubah, semua masih sama disini, bahkan aku memilih tempat duduk pojok dimana aku dengan Mas Rama mengahabiskan waktu bersama di kafe ini. Dulu. Kikuk. Tak tahu harus bertingkah seperti apa. ”lama tak berjumpa” atau “apa kabar” haruskah menjadi sapaan pertama setelah dua tahun tak berjumpa. Akhirnya aku hanya melemparkan senyum padanya. Senyum yang kubuat semanis mungkin. Percayalah sosok mantan kekasihku yang dulu seperti telah hilang dari pria yang saat ini duduk di hadapanku. Wajahnya dan gayanya lebih maskulin menampilkan sosok pria dewasa. Aku bahkan mematung untuk sementara, wajahku dibuat tersipu olehnya. Kutarik napas dalam-dalam. Awal Desember malam itu, seperti terasa lebih hangat padahal cuaca sudah mulai dingin karena musim hujan. “bagaimana kabarmu?” Tanyanya, membuka pembicaraan. “aku baik” Singkat balasku. “kutebak kabarmu juga baik-baik saja. benar bukan?” Lanjutku. Mas Rama hanya tersenyum dan menyeruput kopinya. Tampan. Mataku awas memperhatikan dirinya, membuatku sadar, Ah aku pasti jatuh cinta pada dirinya dulu karena paras tampannya, yang bahkan sangat mempesona saat hanya meminum kopi seperti itu. “pasti keputusan kita berpisah hari itu benar-benar yang terbaik untuk hidupmu” Aku menunduk mengatakan itu, teringat saat-saat kata putus keluar dari mulutnya begitu saja. Sakit. “karena kupikir sepertinya hidupmu menjadi baik-baik saja bahkan jauh lebih baik setelah aku pergi dari hidupmu?” Lanjutku. Perkataanku itu membuat suasana pertemuan kami di kafe malam ini menjadi sangat, ehm tak enak. Ingatan menyakitkan antara aku dengan Mas Rama seperti diangkat kepermukaan. Wajahnya berubah menjadi sangat serius. “maaf” Ucapnya kemudian padaku. Ada perasaan aneh mendengar permintaan maafnya itu. “tak usah meminta maaf begitu padaku. Sepertinya itu memang jalan terbaik untuk kita saat itu” Kataku. Bertingkah seolah bukan apa-apa perpisahan hari itu. Padahal aku selalu menangis setiap hari saat mengingatnya. Mataku selalu bengkak hasil menangis semalaman. Melamun setiap saat, bertanya apa dan dimana kesalahanku hingga kata putus keluar begitu saja darinya. Itu masih tetap menjadi misteri bagiku. Alasan Mas Rama hari itu memutuskanku, aku masih tak tahu. Semuanya masih baik-baik saja saat itu, bahkan aku masih selalu mendapat pesan manis darinya, menghabiskan banyak waktu bersamanya, tak ada permasalahan ataupun pertengkaran apapun diantara aku dengan Mas Rama. bahkan hari itu adalah kencan sabtu malam kami. Tapi tiba-tiba saja, aku merasa menjadi tahu rasanya tersambar petir itu seperti apa. Ia berkata ingin putus denganku. “Mas benar-benar minta maaf padamu Gadis” Ucap maafnya lagi padaku. Dalam hati aku bertanya-tanya mengapa baru setelah dua tahun permintaan maaf itu kudengar. Sepertinya aku telah menjadikannya kekasih tanpa tahu dan mengenal sosoknya seperti apa. Karena aku tak mengerti dirinya, bahkan sikapnya saat ini yang tiba-tiba meminta bertemu dan meminta maaf padaku. Oh, rasa sakit dari hari-hari sulit setelah putus dengannyapun seperti datang kembali menusuk-nusuk hatiku. Menghindari tatapannya, tak ingin terlihat rapuh di hadapannya. “kau pasti merasa tak adil dengan semua keputusanku yang tiba-tiba ingin mengakhiri hubungan kita dan pergi begitu saja” Ungkitnya, mengapa ia seolah mengorek kembali luka lama yang susah payah kuobati. Tahu pembicaraannya kemana, aku tak tahan jika harus mendengarnya lebih banyak lagi. Mataku sudah mulai berkaca, siap mengeluarkan air mata dari sana. Akhirnya aku bangun dari dudukku, terkaget Mas Rama melihatku yang tiba-tiba berdiri dan meraih tasku siap untuk pergi. “Maaf Mas sepertinya aku harus pergi, mungkin lain waktu kita sambung lagi” Kataku, sekaligus berpamitan padanya. Mengakhiri pertemuanku dengan Mas Rama, tak ingin aku berlama-lama dan tak ada yang tahu aku akan menagis satu detik kemudian jika aku tetap tinggal bersamanya. Mengambil langkah besar aku pergi menuju pintu keluar kafe. Masih kulihat bayangnya dari pantulan jendela kaca kafe Mas Rama yang terus menatapku seolah tidak menginginkan kepergianku. Bahkan sempat dirinya memanggil namaku, namun aku pura-pura saja tak mendengarnya, mengabaikannya dan berjalan lebih cepat. Ingin cepat aku menjauh darinya. Dalam langkahku ada rasa sesal dan juga perasaan seperti telah selamat. Namun akupun merasa seperti seorang pengecut yang melarikan diri begitu saja. Seharusnya kudengarkan ceritanya, karena mungkin saja bisa menjawab pertanyaanku selama ini, rasa penasaranku, alasan dirinya mengakhiri hubungan denganku. Namun semua itu terlalu menyakitkan untukku. Aku takut tak siap dan tak mampu menerima semua itu. Menyisakan aku yang kembali terluka seperti hari-hari setelah kepergiannya dua tahun lalu. Aku yang sangat kacau dibuatnya kala itu. Aku tak mau. Ting Notifikasi ponselku From Mas Rama Gadis, Mas minta maaf. Sekali lagi Mas meminta maaf padamu. Mas mengerti kamu pasti sangat marah hingga membeci Mas. Mas mengerti itu, tapi Mas harap bisa memperbaiki hubungan kita kembali. Aku mendengus tak percaya membaca pesan darinya. Apa katanya memperbaiki hubungan? Kita? Kupikir setelah berpisah darinya tak akan ada lagi kata “kita” antara aku dengannya. Kutatap langit malam dalam perjalanan pulang, perasaan tak menentu memenuhi hatiku. Bagaimana manusia itu bisa dengan mudahnya bersikap seperti itu. Setelah pergi dengan alasan yang tak pasti kini datang kembali sesuka hati. Bahkan hatiku masih belum sembuh sepenuhnya, atau bahkan memang tak pernah sembuh karenanya. Setiap teringat kata-katanya, momen kebersamaanku dengannya, dadaku selalu saja merasa sesak. Rasa sakitnya masih meninggalkan jejak disana. Entah apa inginku, setelah maaf yang kini akhirnya kudengar dari mulutnya. Hatiku masih saja tak bisa menerimanya. Seperti apa perasaanku saat ini, aku tak bisa menjelaskan ataupun memastikannya. Marah, tentu aku marah, sedih dan benci padanya, namun perasaan lebih membenci diri sendiri terasa lebih besar dan menguasai hatiku. Aku membenci diriku yang menjadi wanita bodoh yang tak bisa melupakannya, menangisi kepergiannya, tak bisa memperbaiki hatiku, atau bahkan memulai hari yang baru tanpa ingatanku saat bersamanya. Aku membenci diriku yang tak ingin aku mengakuinya bahwa aku masih mengaharapkannya. Senin 1700 Berdiri menatap salah satu lukisan, hanyut didalamnya. Meski aku tak tahu pasti apa makna dari lukisan itu, betah aku berlama-lama memandangnya. Klik Suara kamera memotret, aku berbalik kearahnya. Mataku terbelalak melihat siapa pemilik kamera itu. Oh haruskah aku bertemu dengannya setelah melarikan diri darinya minggu lalu. “cantik” Ucapnya singkat setelah memeriksa hasil jepretannya, yang kutahu akulah yang menjadi objek fotonya itu. “jangan mengambil fotoku tanpa izinku” Ucapku padanya, bukan sapa yang mengawali pertemuan kami sore ini. Mas Rama kemudian berjalan mendekat kearahku. Fokusku yang tadi hanya pada lukisan di depanku kini menjadi terpaku pada mantanku yang tiba-tiba hadir diacara pameran salah satu teman kuliahku. Bagaimana bisa Mas Rama berada disini juga *tanyaku dalam hati “kenapa? Kau bertanya mengapa aku bisa disini?” Tanyannya, membuatku terlihat seperti tertangkap basah. Bagaimana dirinya bisa mengetahui isi pikiranku. Kualihkan pandanganku darinya, mencari sesuatu sisi lain disebelah sana, entah apa itu yang ingin kulihat yang jelas aku tak ingin melihat Mas Rama yang baru saja berhasil membaca isi pikiranku. “Mas dapat undangan untuk memotret beberapa foto lukisan hari ini” Jelasnya tanpa kuminta, Mengapa kini Mas Rama setelah putus dariku bisa menjadi se-peka itu padaku, mengapa tidak dua tahun lalu saat kami berdua masih berkencan. Dulu kode-kodeku dulu tak ada satupun yang dimengertinya dan sekarang lihat dirinya. “aku tak bertanya” Balasku, berbohong. Mas Rama hanya membalas dengan senyum perkataanku. Tak ingin berlama-lama aku dengannya, kulihat saja jam di tanganku. Sudah masih belum pukul 6 sore, namun bertingkah seperti sudah memiliki rencana selanjutnya yang menantiku. Padahal hari ini pameran inilah satu-satunya acaraku. “aku pergi ya Mas, nikmati pamerannya” Ucapku, berbalik dan keluar ruangan pameran. Berusaha berjalan dengan tenang, tak ingin melakukan hal yang membuatku tampak bodoh seperti minggu lalu, aku sangat jelas ketara tengah melarikan diri darinya hari itu. Sampai di pintu keluar kutatap jalanan. Hujan. Hahh Mengapa harus hujan disaat seperti ini. Dan bodohnya aku tak membawa payung padahal jelas December ini musim hujan akan selalu datang meski tak dapat kupastikan kapan datangnya dalam 24 jam. Haruskah aku berlari hingga halte bus. Karena hujan sore ini seperti tak ada niatan untuk berhenti. Akhirnya kugunakan tas kecilku untuk menutupi kepalaku dan saat bersiap melangkah melewati hujan, tanganku dihentikan seseorang. Membuatku tertahan, dan tetap berada di posisi awal. “kebiasaan menerobos hujanmu itu tak pernah hilang rupanya” Ucap pria itu, mantanku, yang menghentikanku berlari melewati hujan. Mengingatkan kebiasaanku yang selalu menerobos hujan, kedinginan dan terkena demam kemudian. Tak menyahuti perkataannya, mataku fokus pada genggaman tangannya yang masih tak dilepaskannya dari tanganku. Mengerti arti tatapanku pada tangannya itu, segera Mas Rama melepaskan genggamannya. Berpura-pura bukan sesuatu yang besar, meski hatiku menjadi berdebar tak karuan karena sentuhannya yang sudah lama akhirnya bisa kurasakan lagi. Mas Rama kemudian mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Payung biru tua yang sedang ia buka, ada gantungan panda disana, yang kutahu dan jelas aku tahu siapa pemilik payung itu awalnya sebelum kini berada di tangannya. Payung lamaku dulu yang sempat kuberikan padanya, bagaimana dirinya masih memilikinya dan memakainya. “ayo” Ucapnya setelah payung itu berhasil dibukakannya. Aku hanya memalingkan wajahku darinya, kuharap Mas Rama mengerti bahwa aku jelas menolak tawarannya. Bagaimana bisa aku berpayungan bersama mantan kekasihku, lucu sekali. Hujan sore ini pasti akan menertawakanku. “cepat, kau bisa sakit kedinginan jika terus berdiri disitu” Lagi ajaknya padaku. Masih saja kuacuhkan dirinya. Tak lama kemudian saat kulihat lagi Mas Rama tengah berjalan memakai payung keluar area gedung. Meninggalkanku, sendiri. Wah, tak bisa kupercaya bagaimana dia bisa begitu acuh pada wanita, bisa-bisanya Mas Rama dengan tega meninggalkanku, sendiri menunggu dingin dan hujan yang entah kapan bisa reda. Tapi bukankah aku sendiri yang tadi bersikap jual mahal dengan mengacuhkan tawarannya ikut berpayungan dengannya. Kupukul kepalaku. Mercau tak jelas kemudian. Bodoh! Bagaimana kau bisa berharap mantan kekasihmu itu mau beridiri menunggu dan menemanimu atau benar-benar berpayungan ditengah hujan. Dasar Gadis bodoh! “Gadis, pegang ini” Tiba-tiba saja, sejak kapan Mas Rama kembali dan berada di sampingku kini. Memberikan payungnya padaku. Yang tanpa sadar pula tanganku meraih dan menerima payung itu. Masih memandanginya, Mas Rama yang tengah membuka jaket yang dikenakannya, tak kusangka apa yang selanjutnya ia lakukan padaku. Dipakaikannya jaket miliknya di tubuhku. “ayo. Hari akan semakin dingin” Ucapnya, aku yang masih mematung kehilangan otakku ulah mantan kekasihku. Mengambil payung yang tadi Mas Rama berikan padaku dan merangkulku untuk berjalan berada dalam satu payung bersamanya. Oh benar-benar. Bagaimana bisa? bagaimana aku membiarkan mantan kekasihku memperlakukanku sesuka hatinya seperti sekarang ini. Berkali-kali aku melirik wajah Mas Rama, ada segurat senyum di bibirnya. Apa dirinya menikmati berjalan, berpayungan bersama mantan kekasihnya ini. Aku pasti sudah gila. Cerpen Karangan Rizki Nuramalia Blog / Facebook Kiki Cerpen Aku Kembali Bersama Mantan Kekasihku Part 1 merupakan cerita pendek karangan Rizki Nuramalia, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter WhatsApp " Baca Juga Cerpen Lainnya! " Better Than You Part 1 Oleh Sahaq Alby Mendung sore ini begitu sendu, aku tenggelam dalam lamunan rintik hujan. Merindu seseorang yang sudah tak ada di sampingku, teringat memori dimana aku dan kamu berlari untuk mencari tempat Janjimu Oleh Tri Kisah cintaku, sebuah lagu dari band terkenal yang menceritakan kisah cinta yang begitu memilukan, seperti halnya kisah dalam hidupku. Pagi hari itu aku bangun seperti hari-hari biasa sebelumnya, disaat Catching Lyn Dwilogi Part 1 Oleh Yvonemelosa Aku menatap wanita yang saat ini duduk di hadapanku. Aura kecanggungan terasa pekat menyelimuti. Ia masih tampak sama sekaligus berbeda. Wajahnya masih tampak imut bagiku, seakan waktu berhenti disekitarnya. 7 Alasan untuk Hidup Part 1 Oleh Mella Amelia Akankah manusia takut saat hari kiamat tiba? mungkinkah mereka bisa berlari menghindari sang maut yang siap mengakhiri hidup indah mereka? Apakah mereka akan teriak, menangis, bahkan memohon diberi perpanjangan Kisah Baru Oleh Dian Islammiyati Ini merupakan gelas keempat berisi teh hangat yang ia pesan semenjak tiga jam yang lalu. Nina bahkan tidak peduli pada punggungnya yang terasa pegal ataupun perutnya yang sudah terasa “Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?” "Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan loh, bagaimana dengan kamu?"

. 25 60 350 7 346 370 303 269

cerpen kenangan terindah bersama mantan